“Adiiit…” suara Dita dari seberang terdengar sangat berat.
“Ya…? Ada apa Ta?” Tiba-tiba Adit panik mendengar suara
gadis kesayangannya itu. telepon terpurus. Adit mencoba menghubungi Dita, lagi
dan lagi. Tidak ada jawaban. Adit semakin gusar. Apa yang terjadi dengan Dita? Pertanyaan
itu berputar-putar dikepalanya. Tiga tahun berpacaran dengan Dita, ini adalah
kejadian yang pertama Adit mendengar Dita menangis dan itupun lewat telepon.
Dita yang dikenalnya adalah Dita yang mandiri, kuat dan selalu punya alasan
untuk tertawa menghadapi hidup. setidaknya itu adalah 3 alasan dari banyak
alasan mengapa Adit sangat jatuh cinta pada Dita. Semakin mengenal Dita, Adit
bahkan semakin punya alasan untuk semakin jatuh cinta.
Adit tak lagi bisa tenang, setengah berlari dia hampiri
sepeda motornya dan satu tujuan dalam kepalanya, Dita! Dengan kecepatan diatas
rata-rata Adit melaju melewati jalan-jalan kota yang mulai temaram. Dia berusaha
sekuat tenaga untuk tetap bisa menguasai jalan, mencoba untuk tidak terlalu
memikirkan ada apa dengan kekasihnya.
Jarak tempuh yang biasanya satu jam, kali ini dilewatinya
hanya 30 menit. Buru-buru dia parkirkan sepeda motornya di halaman rumah Dita.
“Ta…Dita…” Adit mengetuk pintu rumah Dita. Bahkan siapapun
akan tau dia sedang sangat kuatir akan sesuatu.
Tak lama Dita muncul di hadapannya. Masih menangis. Air mata
berjatuhan begitu saja di wajahnya. Adit tak pernah berhadapan dengan situasi
yang demikian. Dia tau harus bagaimana menghadapi wanita yang sedang menangis, dia tak berpengalaman dalam hal seperti ini. Dia tak punya saudara perempuan, tak juga punya teman dekat
perempuan selain Dita. Dia tak tau harus berbuat apa melihat Dita tak berhenti
menangis di hadapannya.
Sudah sepuluh menit dan dia masih berdiri memandangi
Dita sesenggukan.
“Ta…ada apa?” Adit tak bisa lagi menahan rasa ingin taunya. Ada
rasa sakit di dadanya melihat gadis yang dikasihinya itu terus menangis tanpa
dia tau mengapa. Setelah hampir 30 menit Dita terlihat sedikit lebih tenang,
meskipun isaknya sesekali terdengar dan air matanya masih belum berhenti
berjatuhan.
“Dit…Adit….” Suara Dita sangat lembut memanggil nama Adit,
namun mampu mengguncang perasaan Adit sangat keras. Dita mengangkat wajahnya dan
memandangi Adit dengan tatapan yang penuh kesedihan. Adit semakin merasa tak
menentu. Seribu satu spekulasi berseliweran di benaknya.
“Ada apa Ta…Aku di sini…” Adit menggenggam tangan Dita
lembut dan hangat. Dia hanya ingin Dita tau dia tak sedang sendiri. “Boleh aku
tau ada apa?” Penuh kasih sayang Adit menatap Dita.
Perlahan Dita mengangguk. Meski samar tapi terlihat senyum
di wajahnya.
“Aku kangen Dit…Kangen…” Dita kembali menunduk setelah
mengatakan kata-kata yang sedari tadi sudah tertahan dibibirnya.
“Kangen siapa? Mama? Papa?” Adit malah semakin bingung.
Dita menggeleng tegas.
“Lalu?” Adit semakin penasaran.
“Kangen kamu…”
Adit terdiam beberapa saat. Tak tau lagi harus berkata. Tiba-tiba
dia tertawa sangat lepas, sangat bahagia. Tanpa sadar Dita telah ada dalam
pelukannya. Untuk pertama kalinya dalam 3 tahun ini Dita berkata dia merindukannya.
Ah…memang cinta punya banyak rasa, dan mungkin ini yang
paling manis. Satu lagi alasan mengapa Adit harus jatuh cinta pada gadisnya.