dream!!

dream!!
aku sedang mempertahankan cinta yang ada dalam diriku, bukan untuk memiliki hati yang diharapkannya. tapi mempertahankan hatiku agar tak terluka saat hati yang diinginkannya bahkan tak menyadarinya.-----
aku sedang jatuh cinta

Kamis, 14 April 2011

cerita dari sudut negeri

-->

Hai sahabat….
apa kabarmu??
Setiap kejadian dan peristiwa adalah sebuah cerita yang selalu layak untuk dikisahkan. Hanya saja adakalanya kita tak pandai merangkainya menjadi sebuah cerita, atau kita juga kerap tidak memberi nilai untuk tiap peristiwa.
Aku punya sebuah perjalanan yang tak panjang, setidaknya aku menganggapnya tak panjang untuk sebuah cerita yang hanya ku lalui dalam hitungan hari.
Jika kisah ini berarti, aku berharap itu akan membawa sebuah perubahan. Jika kisah ini tidak memberi arti bagimu, kemungkinan ada yang salah diantara kita. Mungkin salah dalam menilai makna hidup dan bagaimana memaknai hidup itu sendiri.
Kemaren aku terpaksa harus berkunjung ke sebuah kantor dalam naungan Departement dalam negeri. Tentu saja Departement dalam negerinya, negeri ini; negeri kita, yang kemaren begitu kucintai. Jangan tanya kenapa kemaren kucintai, karena sekarang aku sedang bertanya dalam hati: bagian mana dari negeri ini yang masih pantas untuk kucintai?
***
Aku harus membuat sebuah paspor untuk kepentingan sebuah perjalanan
Kantor yang ku maksudkan tadi terletak jauh dari kota dan sepi dari hunian masyarakat. Tempat yang asri dan sejuk. Saat pertama kali datang ke tempat ini aku merasa sangat nyaman karena hijaunya pepohonan membuat tubuh merasa adem dan sejuk.
Waktu itu aku datang untuk memastikan persyaratan apa yang harus kulengkapi untuk kepentinganku, sambutan ramah itu yang ku dapat pertama kali, aku bertanya seorang wanita menjawab. Bukan hanya itu, dia malah menuliskan tiap detail persyaratan yang ku perlu.
Hm...aku mengagumi wanita itu pada awalnya. Dia membuatku merasa nyaman dalam kantor departement dalam negeriku. Wajarlah ya...ini negeri sendiri. Itulah awalnya.
Ini kunjungan kedua.
Kemaren aku tiba disini dengan harapan masih akan ada sambutan yang sama. Aku bertemu dengan wanita yang sama, dia sedang melayani seorang wanita paruh baya, aku mendengar pembicaraan mereka dengan jelas, wanita paruh baya itu terdengar marah dia merasa sudah melengkapi semua berkas yang perlu kemaren dan sekarang dia diberitahu akte lahirnya tidak terlampir. Tapi pada akhirnya wanita paruh baya itu mulai tenang, tatkala wanita yang berpakaian dinas departement dalam negeri itu berkata ”ya sudahlah...saya akan bantu ibu. Saya akan tunggu di sini sampai jam 4 sore, ibu pulang saja dulu ambil akte lahirnya untuk kelengkapan berkas.”
Wanita itu bergegas pergi, tentu dia mengejar waktu, sudah jam 2 artinya dia tinggal punya 2 jam untuk melengkapi berkas-berkasnya.
Saat dia berbalik hampir saja bertabrakan dengan 2 orang wanita yang berpakaian dinas sama dengan wanita petugas tadi. Keduanya baru selesai makan siang, mereka membawa bungkusan makanan dalam plastik transparantnya. Aku lupa bertanya sampai jam berapa batas waktu istirahat kantor pemerintah, karena memang di meja depan juga masih ada label bertuliskan ”istirahat”.
Aku tersenyum melihat wanita paruh baya itu pergi. Seorang pria yang tak lagi muda mengambil tempatnya. Maklumlah antrian, wanita petugas itu membuka map berkas pria di depanku dan dengan jelas aku masih bisa mendengar dia bicara ”sudah saya mau bantu, masih aja marah-marah”.
Tiba-tiba aku melihat sesuatu yang tak ada dalam berkasku. Materai 6000. Aku keluar dari antrian dan menuju koperasi yang ada  dekat parkiran. Beberapa petugas berdinas masih menikmati makan siangnya dikantin koperasi, ada yang ngopi dan ngobrol. Engkau belum lupa tadi aku bilang itu jam berapa bukan?
”Materai kak 1” kataku.
”10000 ya...” dia memandangku, aku tak mengerti apa maksud pandangannya.
Kira-kira jika dalam materai tertera angka 6000, berapa nilainya bagimu? Tapi aku tak punya pilihan tempat yang lain. Ini bukan di tengah kota.
”1 kak...” aku berujar pelan, dan teringat KTP-ku belum difoto copy. ”sekalian foto copy kak...” aku melanjutkan.
Engkau tau berapa harga fotocopy yang dikenakan? 1000/lembar. Sejauh ini, itu yang termahal yang pernah ku tau. Bagaimana di negeri kita bagian sudut sana? Atau mungkin masih lebih mahal. Dan itulah harga yang dikenakan dalam koperasi kantor pemerintah. Aneh ya...?
***
Berkasku sudah lengkap dan aku sudah bisa mengajukan permohonanku. Aku dilayani oleh wanita yang sama, kuserahkan berkasku. Dan tiba-tiba seseorang yang kukenal datang dari belakang, dia berpakaian dinas yang sama dengan wanita di hadapanku. Dia sempat bertanya kenapa tidak padanya saja aku minta tolong untuk mengurus berkasku. Dan aku menjawab pertanyaan itu dengan tersenyum ramah, kuharap itu mewakili ucapan terimakasih.
Aku menunggu hampir 1,5 jam setelah berkasku masuk. Aku mencoba berpikir mungkin mereka sedang sibuk meski tak ramai yang datang sore itu, paling tidak aku belajar tentang baiknya menunggu dan bersabar.
Orang yang ku kenal tadi memanggilku, dia memberitahuku bahwa berkasku sudah selesai dan aku sudah bisa masuk tahap selanjutnya. Tapi sebelumnya aku harus membayar biaya administrasinya.
”Sudah dikasi tahu berapa biayanya kan?” Dia bertanya. Aku menggeleng dan tersenyum. ”350 Ribu” katanya.
Setauku itu bukan harga yang ditetapkan dalam peraturan yang ada karnanya aku menolak harga yang disebutkan
”Aku tau berapa biayanya. 255 Ribu ” Aku menjawab.
Yah...tentu saja aku sudah mencari informasi sebelumnya, itu gunanya aku pernah mengecap bangku sekolahan.
”Kalau 300 Ribu gimana?” Dia memberi tawaran, ”Aku akan bilang pada ibu itu karena kalau tidak, engkau harus siap untuk datang lagi besok” Dia seolah-olah sedang menawarkan pertolongan.
Aku menggeleng dengan tetap tersenyum, tapi aku percaya kali ini senyumanku sudah berubah kecut.
”Tak perlu, aku akan bicara sendiri pada beliau” Kataku dengan nada sedikit kecewa.
Diapun berlalu dari hadapanku dan berbicara dengan wanita yang tadi, aku bahkan tak ingin menerka apa yang mereka bicarakan.
Aku menemui wanita petugas tadi, karena sudah terlalu lama menurutku namaku tak dipanggil. Sebelum aku bertanya dia sudah memberiku jawaban.
”Maaf yah...ga ada waktu lagi kalau hari ini, jadwal mengajukan permohonan hanya sampai jam 3 tadi” dia mendahului pertanyaanku.
”Tapi saya tinggal diluar kota, dan sangat merepotkan jika harus datang lagi ke sini hanya untuk foto saja. Lagipun berkas saya sudah selesai” kataku
”Maaf yah...tapi waktunya sudah habis...”
Wanita ini....pikirku dalam hati. Aku sedang tak ingin menumpahkan kemarahanku. Tapi aku yakin kekecewaan terpancar jelas dari wajahku sore itu. Ada apa ini? Apakah uang juga sudah dapat membeli waktu?
Aku melangkah berat meninggalkan gedung megah itu, di pintu keluar aku bertemu dengan wanita yang tadi ada di belakangku diantrian. Wanita itu tersenyum lebar dengan secarik kertas di tangannya.
”Kakak sudah foto?” aku bertanya
”sudah...” dia menjawab dengan senyuman puas. ”Kamu belum?” dia balik bertanya.
Aku menggeleng, dengan tetap berusaha tersenyum. ”Bayar berapa tadi kak?” aku bertanya lagi.
”350 Ribu” jawabnya ringan.
”Oohh....” tak ada respon yang lebih baik dari itu menurutku. Uang memang bisa mempercepat urusan. KUHP ”Kasi Uang Habis Perkara”, istilah aneh yang dulu pernah ku tertawai, dan sekarang hampir ku tangisi.
***

Dalam perjalanan pulang, aku memikirkan kembali semua yang baru saja terjadi. Mengulang rekaman yang ada dalam kepalaku. Teringat kata-kata wanita petugas tadi ”Sudah saya mau bantu...” Ah...aku rasa dia perlu belajar banyak apa arti memberi bantuan dengan mengerjakan tugas, bukankah negara ini membayar khusus untuk mereka mengerjakan tugas itu.
Dan aku berusaha menghitung-hitung berapa rupiah yang dapat dihasilkan melalui loket wanita itu setiap harinya. Tak heran jika mobil-mobil bagus parkir manis di depan kantor Negara yang satu itu, tak aneh jika melihat handphone-handphone model terbaru terletak di meja para pegawai.
Aneh ya? Sepertinya aku tak lagi ada di negeri sendiri, seolah-olah aku sedang menumpang hidup di negeri yang tak ku kenal. Aku tak lagi merasa nyaman di negeri sendiri.
Teringat wanita yang duduk di ruangan tadi bersamaku, dia berjalan dengan menyeret-nyeset kaki kanannya, teringat adik kecil yang tertidur di pangkuan ibunya tadi, kepalanya jauh lebih besar dari ukuran normal. Mereka datang untuk mengurus paspor demi keperluan yang sama, supaya dapat mencari pengobatan ke negeri tetangga. Dan untuk itupun mereka harus membayar lebih dari yang seharusnya.
Apakah tak lagi ada orang yang bekerja demi pengabdian? Apakah berita-berita korupsi di layar kaca tak membuat miris hati beberapa orang? Atau malah menjadi penyemangat karena mereka tidak korupsi sendirian?
Negeri apa ini sahabat? Apa yang dapat kita lakukan demi tanah tempat kita berpijak ini? Apa yang dapat diharapkan dari orang-orang berdinas dengan tulisan ”Abdi Negara”?
Mungkin lagu umar bakri milik Iwan Falls yang menggelitik malah jadi menginspirasi beberapa abdi negara untuk tidak perlu jujur atau sepeda butut dan tas hitam dari kulit buaya akan jadi upahnya.
Ini masih sepenggal cerita dari sudut sini sahabat. Aku masih punya banyak lagi yang berharap itu adalah penglihatan dalam mimpi dan ketika bangun aku akan tersadar itu bukan kejadian di negeriku. Aku akan menceritakannya lagi padamu sahabat dengan harapan aku akan mendapat cerita yang lebih baik dari sudut tempatmu berpijak, hingga ada alasan bagiku untuk kembali menyanyikan lagi lagu ”Indonesia Raya” dengan bangga.
Bagaimana menurutmu? Adakah kemungkinan itu?
Salam bagimu...

Da^manique

Tidak ada komentar: